Surat Al Adiyat beserta Artinya, Tafsir dan Asbabun NuzulSurat Al Adiyat العاديات adalah surat ke-100 dalam Al Quran. Berikut ini terjemahan, asbabun nuzul, dan tafsir Surat Al ini terdiri dari 11 ayat. Termasuk Surat Makkiyah. Dinamakan surat Al Adiyat yang berarti kuda yang berlari kencang. Nama ini diambil dari ayat pertama yang Allah bersumpah dengannya. Surat ini tidak memiliki nama Al Adiyat dan ArtinyaBerikut ini Surat Al Adiyat dalam tulisan Arab, tulisan latin dan artinya dalam bahasa Indonesiaوَالْعَادِيَاتِ ضَبْحًا 1 فَالْمُورِيَاتِ قَدْحًا 2 فَالْمُغِيرَاتِ صُبْحًا 3 فَأَثَرْنَ بِهِ نَقْعًا 4 فَوَسَطْنَ بِهِ جَمْعًا 5 إِنَّ الْإِنْسَانَ لِرَبِّهِ لَكَنُودٌ 6 وَإِنَّهُ عَلَى ذَلِكَ لَشَهِيدٌ 7 وَإِنَّهُ لِحُبِّ الْخَيْرِ لَشَدِيدٌ 8 أَفَلَا يَعْلَمُ إِذَا بُعْثِرَ مَا فِي الْقُبُورِ 9 وَحُصِّلَ مَا فِي الصُّدُورِ 10 إِنَّ رَبَّهُمْ بِهِمْ يَوْمَئِذٍ لَخَبِيرٌWal aadiyaati dlobhaa. Falmuuriyaati qodhaa. Falmughiirooti shubhaa. Fa atsarna bihii naq’aa. Fawasathna bihii jam’aa. Innal insaana lirobbihii lakanuud. Wa innahuu alaa dzaalika lasyahiid. Wa innahuu lihubbil khoiri lasyadiid. Afalaa ya’lamu idzaa bu’tsiro maafil qubuur. Wahushshila maa fish shuduur. Inna robbahum bihim yaumaidzil lakhobiirArtinyaDemi kuda perang yang berlari kencang dengan terengah-engah, dan kuda yang mencetuskan api dengan pukulan kuku kakinya, dan kuda yang menyerang dengan tiba-tiba di waktu pagi, maka ia menerbangkan debu, dan menyerbu ke tengah-tengah kumpulan musuh. sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya, dan sesungguhnya manusia itu menyaksikan sendiri keingkarannya, dan sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta. Maka apakah dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan apa yang ada di dalam kubur, dan dilahirkan apa yang ada di dalam dada, sesungguhnya Tuhan mereka pada hari itu Maha Mengetahui keadaan NuzulSebagian ulama berselisih apakah surat ini turun sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah atau berpendapat surat ini Madaniyah, karena ada hadits yang diriwayatkan Bazzar, Ibnu Abi Hatim dan Hakim tentang asbabun nuzul ayat 1 Surat Al Adiyat. Dari Ibnu Abbas, ia berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengirim pasukan berkuda. Selama satu bulan tak ada kabar. Lantas turunlah Surat Al nuzul ini dicantumkan Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Tafsir Al secara urutan mushaf, ia merupakan surat ke-100. Yakni setelah Surat Al Zalzalah. Jika surat Al Zalzalah diakhiri dengan balasan atas setiap kebaikan dan keburukan, surat Al Adiyat menjelaskan apa yang mengantarkan pada amal-amal buruk Al Adiyat secara umum menggambarkan kerugian kebanyakan manusia pada hari terjadinya zalzalah kiamat. Yakni mereka yang ingkar kepada nikmat Allah, bakhil karena cinta dunia dan tidak mempersiapkan diri menghadapi Surat Al AdiyatTafsir surat Al Adiyat ini kami sarikan dari Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Fi Zhilalil Quran, Tafsir Al Azhar, Tafsir Al Munir dan Tafsir Al Misbah. Ia bukan tafsir baru melainkan ringkasan kompilasi dari tafsir-tafsir tersebut. Juga ditambah dengan referensi lain seperti Awwal Marrah at-Tadabbar al-Qur’an dan Khawatir Qur’ Al Adiyat ayat 1وَالْعَادِيَاتِ ضَبْحًاDemi kuda perang yang berlari kencang dengan terengah-engah,Kata al adiyat العاديات berasal dari kata adaa – ya’duu عدا – يعدوا yang berarti jauh atau melampaui batas. Dari kata itu muncul berbagai derivasi namun tetap mengandung makna jauh. Misalnya aduw عدو yang artinya musuh. Bermusuhan karena jauhnya pula al aduw العدو yang artinya berlari cepat. Menempuh jarak jauh dalam waktu singkat. Ada pula udwaan عدوان yang artinya agresi. Karena yang melakukannya jauh dari kebenaran dan harfiah, kata al adiyat العاديات berarti yang berlari kencang. Kata ini tidak menjelaskan siapa pelakunya. Menurut jumhur ulama termasuk Ibnu Abbas, artinya adalah kuda yang berlari kencang. Namun menurut Ali bin Abu Thalib, al adiyat di ayat ini adalah unta. Ia berhujjah, pada Perang Badar, kaum muslimin mengendarai unta. Hanya ada dua ekor kuda yang dibawa yakni milik Az Zubair dan Al yang mayoritas mengartikan kuda berhujjah, sebab sifat-sifat dalam surat ini ada pada kuda, bukan unta. Mulai dari mengeluarkan dengusan nafas saat berlari, hingga mengeluarkan percikan api. Unta secepat apa pun larinya, ia tak bisa menghasilkan percikan dhabhan ضبحا berarti dengusan nafas saat berlari. Ibnu Abbas mengatakan, tidak ada binatang yang mengeluarkan dengusan nafas saat berlari kecuali kuda dan Katsir menjelaskan, dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala bersumpah dengan menyebut kuda apabila dilarikan di jalan Allah, maka ia lari dengan kencang dan keluar suara dengus Al Adiyat ayat 2فَالْمُورِيَاتِ قَدْحًاdan kuda yang mencetuskan api dengan pukulan kuku kakinya,Kata al muuriyaat الموريات menunjukkan pelaku yang menyalakan api. Dari kata waraa – waryan ورى – وريا atau wariya – yarii ور ي- يري yang artinya menyalakan api. Kata fa ف sebelum al muuriyaat menunjukkan bahwa nyala atau percikan api itu merupakan akibat dari berlari qadhan قدحا berasal dari kata qadaha قدح yang artinya mengeluarkan atau memercikkan. Baik air dari kolam, kuah dari mangkuk maupun api dari batu, ia disebut qadhan jika keluarnya sedikit. Karenanya ayat ini dipahami kuda yang berlari kencang hingga menimbulkan percikan api akibat gesekan kakinya dengan Katsir menafsirkan ayat ini “yakni suara detak teracaknya ketika menginjak batu-batuan, lalu keluarlah percikan api darinya.”Surat Al Adiyat ayat 3فَالْمُغِيرَاتِ صُبْحًاdan kuda yang menyerang dengan tiba-tiba di waktu pagi,Kata al mughiirat المغيرات merupakan bentuk jamak dari al mughiir المغير. Berasal dari kata aghaara أغار yang artinya bercepat-cepat melangkah. Dari situ kemudian makna umumnya menjadi serangan mendadak yang dilakukan dengan mengendarai shubhan صبحا artinya adalah waktu subuh. Menggambarkan serangan itu cepat dan mendadak waktunya.“Yaitu di waktu musuh sedang lengah, lalai atau mengantuk. Angkatan perang itu tiba-tiba datang laksana diturunkan dari langit,” kata Buya Hamka dalam Tafsir Al yang mengartikan al adiyat dengan unta, menafsirkan ayat ini sebagai berangkat di waktu Subuh dari Muzdalifah ke Mina. Namun pendapat ini tidak sekuat tafsir tentang kuda perang yang juga merupakan pendapat Ibnu Abbas, Mujahid dan Al Adiyat ayat 4فَأَثَرْنَ بِهِ نَقْعًاmaka ia menerbangkan debu,Ibnu Katsir menjelaskan, maknanya adalah tempat yang kuda-kuda dan unta-unta itu berada, baik dalam ibadah haji maupun dalam jihad, debu-debuh beterbangan Al Adiyat ayat 5فَوَسَطْنَ بِهِ جَمْعًاdan menyerbu ke tengah-tengah kumpulan jam’an جمعا digunakan dalam Al Quran untuk menunjuk kelompok besar dan selalu menduga akan mampu meraih kemenangan. Menurut Buya Hamka, artinya adalah kumpulan mufassir menjelaskan, lima ayat yang dimulai dengan sumpah Allah ini menggambarkan cepatnya kedatangan kiamat. Laksana serangan mendadak pasukan berkuda di pagi hari pada zaman Adil Muhammad Khalil menjelaskan, sumpah Allah dengan kuda perang dalam lima ayat ini untuk menunjukkan bahwa kuda melakukan itu semua meskipun dengan terengah-engah demi memenuhi kehendak tuannya. Lalu mengapa manusia justru ingkar kepada Allah dan tidak melakukan apa yang diperintahkan demi mendapat ridha-Nya?Surat Al Adiyat ayat 6إِنَّ الْإِنْسَانَ لِرَبِّهِ لَكَنُودٌSesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya,Kata kanuud كنود merupakan bentuk superlatif dari kata kanada كند yang artinya tandus. Bentuk superlatif ini menggambarkan betapa besar kekufuran dan keingkaran manusia sehingga tidak mau memberikan bantuan sekecil apa Hamka mengatakan, arti kanuud adalah tidak berterima kasih, melupakan jasa. “Berapapun nikmat diberikan Allah, ia tidak merasa puas dengan yang telah ada itu bahkan minta tambah lagi. Nafsunya tidak pernah merasa cukup dan kenyang; yang ada tidak disyukurinya, yang datang terlebih dahulu dilupakannya.”Ibnu Katsir menafsirkan, sesungguhnya manusia itu benar-benar mengingkari nikmat-nikmat Al Adiyat ayat 7وَإِنَّهُ عَلَى ذَلِكَ لَشَهِيدٌdan sesungguhnya manusia itu menyaksikan sendiri keingkarannya,Kata syahiid شهيد berasal dari syahida شهد yang artinya menyaksikan. Dalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan, sesungguhnya manusia itu benar-benar menyaksikan sendiri mengakui keingkaran dirinya melalui sepak terjangnya. Terlihat jelas dari ucapan dan Al Adiyat ayat 8وَإِنَّهُ لِحُبِّ الْخَيْرِ لَشَدِيدٌdan sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya kepada al khair الخير juga punya arti kebaikan. Namun di ayat ini, artinya adalah harta benda. Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Tafsir Al Munir menegaskan makna ini sebagaimana firman Allah pada Surat Al Baqarah ayat عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ إِنْ تَرَكَ خَيْرًا الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَDiwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan tanda-tanda maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf, ini adalah kewajiban atas orang-orang yang bertakwa. QS. Al Baqarah 180Kata syadiid شديد berasal dari kata syadda شدّ yang bisa berarti menguatkan ikatan. Karena ikatannya dengan harta sangat kuat, ia enggan untuk melepaskannya. Ia menjadi sangat dua penafsiran ayat ini. Pertama, sesungguhny manusia itu sangat mencintai harta. Kedua, sesungguhnya karena kecintaannya kepada harta membuatnya jadi kikir. Ibnu Katsir membenarkan kedua penafsiran Al Adiyat ayat 9أَفَلَا يَعْلَمُ إِذَا بُعْثِرَ مَا فِي الْقُبُورِMaka apakah dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan apa yang ada di dalam kubur,Kata bu’tsira القارعة awalnya bermakna membolak-balik sesuatu. Kata ini memberi kesan kegelisahan dan ketergesaan. Misalnya membolak-balikkan lemari karena mencari sesuatu. Dalam kubur nanti, dicari dan dibongkar dengan ketergesaan hingga gelisahlah isi hati yang Ibnu Katsir, maknanya adalah dikeluarkannya orang-orang yang telah mati dari dalam kuburnya. Az Zuhaili juga menafsirkan, orang-orang yang di dalam kubur akan dibangkitkan. Begitu pula Sayyid Qutb dan Buya Al Adiyat ayat 10وَحُصِّلَ مَا فِي الصُّدُورِdan dilahirkan apa yang ada di dalam dada,Kata hushshila حصل memiliki arti memisahkan, mengemukakan atau menghimpun. Kata ash shuduur الصدور merupakan bentuk jamak dari ash shadr الصدر yang artinya dada. Maknanya adalah hati Ibnu Abbas, maknanya adalah apabila dilahirkan dan ditampakkan apa yang selama itu mereka sembunyikan dalam Al Adiyat ayat 11إِنَّ رَبَّهُمْ بِهِمْ يَوْمَئِذٍ لَخَبِيرٌsesungguhnya Tuhan mereka pada hari itu Maha Mengetahui keadaan khabir خبير berasal dari khabar خبر yang artinya pencarian untuk mencapai pengetahuan yang pasti tentang hakikat sesuatu. Jika dipakai sebagai sifat Allah, ia mengandung arti pengetahuan-Nya menyangkut hal-hal yang detil serta tersembunyi, betatapun kecilnya sesuatu dan betapapun tersembunyi, pasti diketahui Tafsir Surat Al AdiyatSurat Al Adiyat ini diawali dengan sumpah Allah. Dia bersumpah dengan kuda perang yang lari kencang tengerah-engah hingga memercikkan api saat kakinya bergesekan dengan batu. Semua itu rela dilakukan kuda demi memenuhi kehendak tuannya. Mengingatkan manusia, mengapa justru mereka ingkar kepada nikmat-nikmat Allah. Mengapa tidak seperti kuda yang siap dikendalikan ke medan perang kapan manusia diingatkan agar tidak mencintai dunia yang membuat bakhil. Sementara nanti ketika dibangkitkan dari kubur, harta dunia yang dulu dicintainya itu tak memberi manfaat apa-apa. Pada saat itu, ditampakkan segala yang tersembunyi dalam hati. Termasuk betapa besar cintanya kepada dunia. Termasuk betapa besar diingatkan hari kebangkitan; ada hisab, ada balasan. Dan Allah Maha Mengetahui serta tak ada yang tersembunyi dari-Nya meskipun dirahasiakan rapat-rapat dalam Surat Al Adiyat mulai dari terjemahan hingga tafsirnya. Semoga kita diselamatkan Allah dari cinta dunia dan kebakhilan. Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]
Semuanyatanpa terkecuali akan dihitung amalan masing-masing serta dikurniakan nikmat syurga bagi yang beriman dan diberi azab neraka bagi yang kufur. Dengan kurniaan pendengaran dan penglihatan, manusia sebenarnya dapat menyaksikan keagungan Allah SWT serta boleh meraih ganjaran pahala sekiranya mereka mendengar dan melihat perkara baik
Azab orang serakah, foto UnsplashIslam sangat membenci sifat serakah, hingga dijelaskan dalam berbagai dalil bahwa ada berbagai azab orang serakah. Azab tersebut diberikan sebagai pelajaran bagi umat dalam hadits, Rasulullah SAW bersabda"Tiga hal yang merupakan sumber segala dosa, hindarilah dan berhati-hatilah terhadap ketiganya. Hati-hati terhadap keangkuhan karena keangkuhan membuat Iblis enggan bersujud kepada Adam, dan hati-hatilah terhadap tamak serakah karena ketamakan mengantar Adam memakan buah terlarang, dan berhati-hatilah terhadap iri hati karena kedua anak Adam Qabil dan Habil salah seorang di antaranya membunuh saudaranya akibat dorongan iri hati," HR Ibnu Asakir melalui Ibnu Mas'ud.Melalui hadits tersebut, Rasulullah SAW mengingatkan kepada manusia akan bahaya dari sifat serakah. Serakah hanya akan membawa manusia pada kerugian di dunia dan Azab Orang Serakah menurut Islam?Menurut jurnal Al-Hikmah yang berjudul Tamak Dalam Perspektif Hadits yang ditulis oleh Muhyidin Tohir, Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat serakah. Serakah maksudnya adalah sifat berlebih-lebihan dalam mencari berfirman dalam surat Al-Adiyat ayat 6-8,“Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih pada Tuhan-Nya. Dan sesungguhnya manusia itu menyaksikan sendiri keingkarannya. Dan sesungguhnya cintanya pada harta benar-benar berlebihan” Qs. Al-Adiyat 6-8Maka, apa saja jenis balasan yang akan Allah berikan kepada orang yang memiliki sifat serakah?1. Dicabutnya keberkahan hidupAzab orang serakah, foto PixabayHadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari menyebutkan,"Dari Abdan dari Abdullah dari Yúnus dari al-Zuhri dari Urwah ibn Zubair dan Said bin Musayyab bahwa Hákim ibn Hizám berkata saya meminta kepada Rasulullah Saw, lalu dia memberikan kepadaku, kemudian saya meminta lagi, lalu dia Rasulullah memberikan lagi, lalu saya meminta yang ketiga kalinya lalu dia memberiku lagi, kemudian dia bersabda ya Hakim, sesungguhnya harta ini adalah tanaman yang hijau Dan barang siapa yang mengambilnya dengan kedermawanan dan barang siapa yang mengambilnya dengan jiwa yang berlebih-lebihan tidak akan diberkahi oleh Allah Swt. seperti orang yang makan tetapi tidak kenyang, tangan di atas lebih baik dari tangan yang di bawah. Dan Hakim berkata wahai Rasulullah demi kamu yang diutus dengan benar. Saya tidak akan meminta setelah kamu sampai saya meninggalkan dunia. Dan hal itu terjadi sampai pemerintahan umar dia tidak meminta setelah Rasulullah sampai meninggal dunia." Hadits Riwayat BukhariMenurut hadits di atas, Allah SWT akan mencabut keberkahan akan harta yang dimiliki oleh orang-orang dengan sifat serakah. Ini merupakan balasan Allah SWT atas perbuatan dari hilangnya keberkahan harta dalam hadits di atas, yakni dicabutnya rasa cukup dalam hati seseorang. Mereka akan terus merasa kurang dengan harta yang mereka dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda“Andai kata manusia itu telah mempunyai harta benda sebanyak dua lembah, mereka masih ingin untuk mendapatkan satu lembah lagi. Tidak ada yang dapat mengisi perutnya sampai penuh melainkan hanya tanah maut atau kematian. Dan Allah menerima taubat orang yang telah bertaubat kepada-Nya." Hadits Riwayat MuslimMeskipun memberikan balasan yang teramat pedih kepada orang yang memiliki sifat serakah, Allah tetap memberikan peluang kepada mereka untuk Dicabutnya Ketenangan HidupDiriwayatkan oleh Imam Ibnul Qayyim dalam kitab Ighatsatul Lahfan menjelaskan, “Pecinta dunia tidak akan terlepas dari tiga hal 1 Kesedihan kegelisahan yang terus-menerus, 2 Kecapekan kelelahan yang berkelanjutan, dan 3 Penyesalan yang tidak pernah berhenti,".Ketiga masalah tersebut sudah tentu tidak akan menghadirkan kebahagiaan dan ketenangan hidup. Ini juga merupakan balasan dari Allah SWT terhadap orang-orang yang memiliki sifat cinta akan dunia merupakan bagian dari fitrah manusia, agama Islam sendiri tetap memberikan batasan manusia dalam mencari harta dengan menanamkan sifat qana'ah merasa cukup dalam diri oleh Jabir ra, Rasulullah SAW bersabda"Berpeganglah kalian kepada sifat qana’ah, karena sesungguhnya qana’ah itu harta yang tak akan habis," Hadits Riwayat ThabraniOleh karenanya, janganlah berlebihan dalam mencari harta apalagi hingga membuat kita lalai akan kewajiban kepada Allah serakah sama dengan tamak?Apa itu serakah?Apakah Allah tidak menyukai sifat serakah?
Kelakakan Aku perIihatkan kepadamu tanda-tanda azab-Ku. Maka janganlah kamu minta kepada-Ku mendatangkannya dengan segera. "Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya, dan sesungguhnya manusia itu menyaksikan (sendiri) keingkarannya, dan sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta
وَاِذْ اَخَذَ رَبُّكَ مِنْۢ بَنِيْٓ اٰدَمَ مِنْ ظُهُوْرِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَاَشْهَدَهُمْ عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْۚ اَلَسْتُ بِرَبِّكُمْۗ قَالُوْا بَلٰىۛ شَهِدْنَا ۛاَنْ تَقُوْلُوْا يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اِنَّا كُنَّا عَنْ هٰذَا غٰفِلِيْنَۙ الاعراف ١٧٢Ayat-ayat yang lalu berbicara tentang kisah Nabi Musa dan Bani Israil dengan mengingatkan mereka tentang perjanjian yang bersifat khusus, di sini Allah menjelaskan perjanjian yang bersifat umum, untuk Bani Israil dan manusia secara keseluruhan, yaitu dalam bentuk penghambaan. Allah berfirman, "Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi, yakni tulang belakang anak cucu Adam, keturunan mereka yang melahirkan generasi-generasi selanjutnya. Dan kemudian Dia memberi mereka bukti-bukti ketuhanan melalui alam raya ciptaanNya, sehingga dengan adanya bukti-bukti itu secara fitrah akal dan hati nurani mereka mengetahui dan mengakui kemahaesaan Tuhan. Karena begitu banyak dan jelasnya bukti-bukti keesaan Tuhan di alam raya ini, seakan-akan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka seraya berfirman, "Bukankah Aku ini Tuhan Pemelihara-mu dan sudah berbuat baik kepadamu?" Mereka menjawab, "Betul Engkau Tuhan kami, kami bersaksi bahwa Engkau Maha Esa." Dengan demikian, pengetahuan mereka akan bukti-bukti tersebut menjadi suatu bentuk penegasan dan, dalam waktu yang sama, pengakuan akan kemahaesaan Tuhan. Kami lakukan yang demikian itu agar di hari Kiamat kamu tidak lagi beralasan dengan mengatakan, "Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini, tidak tahu apa-apa mengenai keesaan Tuhan."Dan ingatlah ketika sewaktu Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka menjadi badal isytimal dari lafal sebelumnya dengan mengulangi huruf jar yaitu anak cucu mereka maksudnya Dia mengeluarkan sebagian mereka dari tulang sulbi sebagian lainnya yang berasal dari sulbi Nabi Adam secara turun-temurun, sebagaimana sekarang mereka beranak-pinak mirip dengan jagung di daerah Nu`man sewaktu hari Arafah/musim jagung. Allah menetapkan kepada mereka bukti-bukti yang menunjukkan ketuhanan-Nya serta Dia memberinya akal dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka seraya berfirman, "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab, "Betul. Engkau adalah Tuhan kami kami menjadi saksi." yang demikian itu. Kesaksian itu supaya tidak jangan kamu mengatakan dengan memakai ya dan ta pada dua tempat, yakni orang-orang kafir di hari kiamat kelak, "Sesungguhnya kami terhadap hal-hal ini yakni keesaan Tuhan adalah orang-orang yang lalai." kami tidak Swt. menceritakan bahwa Dia telah mengeluarkan keturunan Bani Adam dari sulbi mereka untuk mengadakan persaksian atas diri mereka bahwa Allah adalah Tuhan dan Pemilik mereka, dan bahwa tidak ada Tuhan selain Dia. Sebagaimana Allah Swt. menjadikan hal tersebut di dalam fitrah dan pembawaan mereka, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. melalui firman-NyaMaka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Ar Ruum30Di dalam kitab Sahihain disebutkan melalui Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabdaSetiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah suci. Riwayat lain menyebutkan dalam keadaan memeluk agama ini Islam, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya seorang Yahudi atau seorang Nasrani atau searang Majusi, seperti halnya dilahirkan hewan ternak yang utuh, apakah kalian merasakan melihat adanya cacat padanya?Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan melalui Iyad ibnu Himar bahwa Rasulullah Saw. telah bersabdaAllah Swt, berfirman, "Sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan hanif cenderung kepada agama yang hak, kemudian datanglah setan, lalu setan menyesatkan mereka dari agamanya dan mengharamkan kepada mereka apa-apa yang telah Aku halalkan kepada mereka.”Imam Abu Ja'far ibnu Jarir rahimahullah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku As-Sirri ibnu Yahya, bahwa At-Hasan ibnu Abul Hasan pernah menceritakan hadis berikut kepada mereka, dari Al-Aswad ibnu Sari’, dari kalangan Bani Sa'd yang menceritakan bahwa ia ikut berperang bersama Rasulullah Saw. sebanyak empat kali. Ia melanjutkan kisahnya, "Lalu kaum pasukan kaum muslim membunuh anak-anak sesudah mereka membunuh pasukannya. Ketika berita itu sampai kepada Rasulullah Saw., maka hal itu terasa berat olehnya, kemudian beliau bersabda, 'Apakah gerangan yang telah terjadi pada kaum sehingga mereka tega membunuh anak-anak?' Maka ada seorang lelaki dari pasukan kaum muslim bertanya, 'Bukankah mereka adalah anak-anak orang-orang musyrik, wahai Rasulullah Saw.?' Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya Sesungguhnya orang-orang yang terpilih dari kalian pun adalah anak-anak orang-orang musyrik. Ingatlah, sesungguhnya tidak ada seorang anak pun yang dilahirkan melainkan ia dilahirkan dalam keadaan suci. Ia masih tetap dalam keadaan suci hingga lisannya dapat berbicara, lalu kedua orang tuanyalah yang menjadikannya sebagai orang Yahudi atau orang Nasrani'.” Al-Hasan mengatakan, "Demi Allah, sesungguhnya Allah Swt. telah berfirman di dalam Kitab-NyaDan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka. hingga akhir ayat"Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hajjaj, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Abu Imran Al-Juni, dari Anas ibnu Malik dari Nabi Saw. yang telah bersabda Dikatakan kepada seseorang dari kalangan ahli neraka pada hari kiamat nanti, "Bagaimanakah pendapatmu. seandainya engkau memiliki segala sesuatu yang ada di bumi, apakah engkau akan menjadikannya sebagai tebusan dirimu dari neraka?" Ia menjawab, "Ya." Allah Swt. berfirman, "Sesungguhnya Aku menghendaki dirimu hal yang lebih mudah daripada itu. Sesungguhnya Aku telah mengambil janji darimu ketika kamu masih berada di dalam sulbi Adam, yaitu Janganlah kamu mempersekutukan Aku dengan sesuatu pun, tetapi ternyata kamu menolak selain mempersekutukan Aku."Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya di dalam kitab Sahih-nya masing-masing melalui hadis Syu'bah dengan sanad yang yang lain diketengahkan oleh Imam Ahmad, disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Husain ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Jarir yakni Ibnu Hazim, dari Kalsum ibnu Jubair, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, dari Nabi Saw. yang telah bersabda Sesungguhnya Allah telah mengambil janji dari sulbi Adam di Nu'man tepat pada hari Arafah. Maka Allah mengeluarkan dari sulbinya semua keturunan yang kelak akan dilahirkannya, lalu Allah menyebarkannya di hadapan Adam, kemudian Allah berbicara kepada mereka secara berhadapan, Bukankah Aku ini Tuhan kalian?" Mereka menjawab, "Betul Engkau Tuhan kami, kami menjadi saksi." Kami lakukan yang demikian itu agar di hari kiamat kalian tidak mengatakan, "Sesungguhnya kami Bani Adam adalah orang-orang yang lengah terhadap keesaan Tuhan, atau agar kalian tidak mengatakan..., sampai dengan firman-Nya, "...orang-orang yang sesat dahulu."Imam Hakim mengetengahkannya di dalam kitab Mustadrak melalui hadis Husain ibnu Muhammad dan lain-lainnya, dari Jarir ibnu Hazim, dari Kalsum ibnu Jubair dengan lafaz yang sama, lalu ia mengatakan bahwa hadis ini sahih, tetapi keduanya Bukhari dan Muslim tidak mengetengahkannya. Imam Muslim berpegang kepada hadis ini karena ada Kalsum ibnu Jubair, dan ia mengatakan bahwa hadis ini telah diriwayatkan oleh Abdul Waris, dari Kalsum ibnu Jubair, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, lalu ia menilainya mauquf yakni hanya sampai kepada Ibnu Abbas. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Waki', telah menceritakan kepada kami ayahku yaitu Hilal, dari Abu Hamzah Ad-Daba'i, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Allah mengeluarkan keturunan anak Adam dari sulbinya seperti semut kecil dalam bentuk air Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Sahi, telah menceritakan kepada kami Damrah ibnu Rabi'ah, telah menceritakan kepada kami Abu Mas'ud, dari Jarir yang menceritakan, "Anak lelaki Dahhak ibnu Muzahim meninggal dunia dalam usia enam hari. Dahhak berkata, 'Hai Jabir, apabila engkau letakkan anakku di dalam liang lahadnya, maka bukalah wajahnya dan lepaskanlah tali bundelannya, karena sesungguhnya anakku ini nanti akan didudukkan dan ditanyai.' Maka saya melakukan apa yang dipesankannya itu, Setelah saya selesai mengebumikannya, saya bertanya, 'Semoga Allah merahmatimu, mengapa anakmu ditanyai dan siapakah yang akan menanyainya.' Dahhak menjawab, 'Dia akan ditanyai mengenai perjanjian yang telah diikrarkannya semasa ia masih berada di dalam sulbi Adam.' Saya bertanya, 'Wahai Abul Qasim, apakah isi perjanjian yang telah diikrarkannya semasa ia masih berada di dalam sulbi Adam?' Dahhak menjawab, bahwa telah menceritakan kepadanya Ibnu Abbas, bahwa sesungguhnya Allah mengusap sulbi Adam, lalu mengeluarkan darinya semua manusia yang kelak akan diciptakan-Nya sampai hari kiamat. Kemudian Allah mengambil janji dari mereka, yaitu hendaknyalah mereka menyembah-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Allah Swt. menyatakan pula bahwa Dialah yang akan menjamin rezeki mereka. Setelah itu Allah mengembalikan mereka ke dalam sulbinya. Maka hari kiamat masih belum akan terjadi sebelum dilahirkan orang terakhir yang telah melakukan perjanjian pada hari itu. Maka barang siapa dari mereka yang menjumpai perjanjian yang lain yakni di dunia, lalu ia menunaikannya, niscaya perjanjian yang pertama bermanfaat baginya. Dan barang siapa yang menjumpai perjanjian yang lain, lalu ia tidak mengikrarkannya, maka perjanjiannya yang pertama tidak bermanfaat baginya. Dan barang siapa yang meninggal dunia ketika masih kanak-kanak sebelum menjumpai perjanjian yang lain, maka ia mati dalam keadaan berpegang kepada perjanjian pertama dan dalam keadaan fitrah suci dari dosa."Semua jalur periwayatan ini termasuk bukti yang menguatkan ke-mauquf-annya-hanya sampai kepada Ibnu yang lain diketengahkan oleh Ibnu Jarir, disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnul Walid, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abu Taibah, dari Sufyan ibnu Sa'id, dari Al-Ajlah, dari Ad-Dahhak, dari Mansur, dari Mujahid, dari Abdullah ibnu Amr yang telah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka. Lalu beliau Saw. bersabda bahwa Allah mengambil mereka dari sulbinya sebagaimana ketombe diambil dari rambut kepala dengan sisir. Kemudian Allah berfirman kepada mereka "Bukankah aku ini Tuhan kalian?" Mereka menjawab, "Betul Engkau Tuhan kami." Maka para malaikat berkata Kami ikut bersaksi agar di hari kiamat kalian tidak mengatakan.”Sesungguhnya kami Bani Adam adalah orang-orang yang lengah terhadap ini."Ahmad ibnu Taibah ini nama julukannya adalah Abu Muhammad Al-Jurjani kadi Qaumis, dia adalah salah seorang ahlu zuhud, Imam Nasai mengetengahkan hadisnya di dalam kitab Sunnah-nya. Imam Abu Hatim Ar-Razi mengatakan bahwa hadisnya dapat dicatat. Ibnu Addi mengatakan Abu Muhammad Al-Jurjani banyak mengetengahkan hadis-hadis yang garib. Hadis ini diriwayatkan pula oleh Abdur Rahman ibnu Hamzah ibnu Mahdi, dari Sufyan As-Sauri, dari Mansur, dari Mujahid, dari Abdullah ibnu Amr. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Jarir, dari Mansur dengan sanad yang sama, dan riwayat ini lebih sahih kedudukannya. Hadis yang lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad, disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Rauh yaitu Ibnu Ubadah, telah menceritakan kepada kami Malik, telah menceritakan kepada kami Ishaq, telah menceritakan kepada kami Malik, dari Zaid ibnu Abu Anisah, bahwa Abdul Hamid ibnu Abdur Rahman ibnu Zaid ibnul Khattab pernah menceritakan kepadanya, dari Muslim ibnu Yasar Al-Juhanni, bahwa Umar ibnul Khattab pernah ditanya mengenai makna firman-Nya Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka seraya berfirman, "Bukankah Aku ini Tuhan kalian ?” Mereka menjawab, 'Betul’ Engkau Tuhan kami., hingga akhir ayat. Maka Umar ibnul Khattab mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. ditanya mengenai makna ayat ini, beliau Saw. menjawab melalui sabdanya Sesungguhnya Allah Swt. menciptakan Adam kemudian mengusap punggungnya dengan tangan kanan-Nya, dan mengeluarkan darinya sejumlah keturunannya, Allah berfirman, "Aku telah menciptakan mereka untuk dimasukkan ke dalam surga. dan mereka hanya mengamalkan amalan ahli surga.” Kemudian Allah mengusap punggungnya lagi, lalu mengeluarkan darinya sejumlah keturunannya, dan Allah berfirman, "Aku telah menciptakan mereka untuk neraka dan hanya amalan ahli nerakalah yang mereka kerjakan." Kemudian ada seorang lelaki yang bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang terjadi dengan amal itu? Rasulullah Saw, menjawab Apabila Allah menciptakan seorang hamba untuk surga, maka Allah menjadikannya beramal dengan amalan ahli surga, hingga ia mati dalam keadaan mengamalkan amalan ahli surga, lalu Allah memasukkannya ke dalam surga berkat amal itu. Dan apabila Allah menciptakan seorang hamba untuk neraka, maka Dia menjadikannya beramal dengan amalan ahli neraka, hingga ia mati dalam keadaan mengamalkan amalan ahli neraka, lalu Allah memasukkannya ke yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, dari Al-Qa'nabi, sedangkan Imam Nasai meriwayatkannya dalam kitab Tafsirnya, dari Qutaibah, dan Imam Turmuzi di dalam kitab Tafsir-nya. meriwayatkannya dari Ishaq ibnu Musa, dari Ma'an. Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya dari Yunus ibnu Abdul A'la dari Ibnu Wahb. Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Rauh ibnu Ubadah dan Sa'id ibnu Abdul Hamid ibnu Ja'far. Ibnu Hibban mengetengahkannya di dalam kitab Sahih-nya. melalui riwayat Abu Mus'ab Az-Zubairi. Semuanya dari Imam Malik ibnu Anas dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan, tetapi Muslim ibnu Yasar belum pernah mendengar dari Umar, hal yang sama telah dikatakan pula oleh Abu Hatim dan Abu Za’ Hatim menambahkan, di antara keduanya —yakni antara Muslim ibnu Yasar dan Umar—terdapat Na'im ibnu Rabi'ah. Perkataan Abu Hatim ini diriwayatkan oleh Imam Abu Daud di dalam kitab Sunnah-nya, dari Muhammad ibnu Musaffa, dari Baqiyyah dari Umar ibnu Ju'sum Al-Qurasyi, dari Zaid ibnu-Abu Anisah, dari Abdul Hamid ibnu Abdur Rahman ibnu Zaid ibnul Khattab, dari Muslim ibnu Yasar Al-Juhami, dari Na'im ibnu Rabi' ibnu Rabi'ah mengatakan bahwa ketika ia berada di hadapan Umar ibnul Khattab yang saat itu telah ditanya mengenai makna firmanNya iniDan ingadah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi ia mengetengahkan asar hemat kami, Imam Malik secara lahiriahnya sengaja menggugurkan nama Na'im ibnu Rabi'ah dari rentetan perawi hanyalah semata-mata karena keadaan Na'im tidak diketahui dan dia tidak mengenalnya, mengingat Na'im tidaklah dikenal kecuali melalui hadis ini. Karena itulah Imam Malik sering menggugurkan penyebutan sejumlah perawi yang tidak dikenalnya. Oleh sebab itu pulalah maka ia banyak me-mursal-kan hadis-hadis yang marfu dan me-maqtu-kan banyak hadis yang yang lain diriwayatkan oleh Imam Turmuzi dalam tafsir ayat ini, bahwa telah menceritakan kepada kami Abdu ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Abu Na'im, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Sa'd, dari Zaid ibnu Aslam, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda Ketika Allah menciptakan Adam, maka Allah mengusap punggung Adam, lalu berguguranlah dari punggungnya semua manusia yang Dia ciptakan dari anak keturunannya sampai hari kiamat. Dan Allqh menjadikan di antara kedua mata setiap manusia dari sebagian mereka secercah nur cahaya, kemudian Allah menampilkannya dihadapan Adam. Maka Adam berkata, "Wahai Tuhanku, siapakah mereka ini?" Allah berfirman, "Mereka adalah anak cucumu.” Adam melihat seorang lelaki dari mereka yang nur di antara kedua matanya mengagumkan Adam. Adam bertanya, "Wahai Tuhanku, siapakah orang ini?” Allah berfirman, "Dia adalah seorang lelaki dari kalangan umat yang akhir nanti dari kalangan keturunanmu, ia dikenal dengan nama Daud.” Adam berkata, "Wahai Tuhanku, berapakah usianya yang telah Engkau tetapkan untuknya “Allah menjawab “Enam Puluh Tahun”. Adam Berkata, "Wahai Tuhanku, saya rela memberikan kepadanya sebagian dari usiaku sebanyak empat puluh tahun.” Ketika usia Adam telah habis, ia kedatangan malaikat maut, maka Adam berkata, "Bukankah usiaku masih empat puluh tahun lagi?” Malaikat maut menjawab.”Bukankah engkau telah berikan kepada anakmu Daud?” Ketika malaikat maut menjawabnya, maka Adam mengingkarinya, sehingga keturunannya pun ingkar pula. Adam lupa, maka keturunannya pun lupa pula. Adam berbuat kekeliruan, maka keturunannya pun berbuat kekeliruan Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih. Imam Turmuzi telah meriwayatkannya melalui berbagai jalur dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. Imam Hakim telah meriwayatkannya di dalam kitab Mustadrak-nya. melalui hadis Abu Na'im Al-Fadl ibnu Dakin dengan sanad yang sama. Ia mengatakan bahwa hadis ini sahih dengan syarat Imam Muslim, tetapi keduanya Bukhari dan Muslim tidak Abu Hatim telah meriwayatkannya di dalam kitab Tafsir-nya melalui hadis Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, dari ayahnya, bahwa ia menceritakan hadis ini dari Ata ibnu Yasar, dari Abu Hurairah r .a., dari Rasulullah Saw. Lalu ia menuturkan hadis ini semisal dengan hadis di atas sampai ia menyebutkanKemudian Allah memperlihatkan mereka kepada Adam. dan Allah berfirman “Hai Adam Mereka adalah keturunanmu” Ternyata di antara mereka terdapat orang yang berpenyakit lepra, supak, buta, dan berpenyakit lainnya. Maka Adam berkata, "Wahai Tuhanku, mengapa Engkau lakukan ini terhadap keturunanku?” Allah berfirman, "Agar mereka mensyukuri nikmat-Ku.” Adam bertanya, "Wahai Tuhanku, siapakah mereka yang saya lihat memiliki nur cahaya yang paling menonjol di kalangan mereka? Allah berfirman, "Mereka adalah para nabi dari keturunanmu, hai Adam."Hadis yang lain diriwayatkan oleh Abdur Rahman ibnu Qatadah An-Nadri, dari ayahnya, dari Hisyam ibnu Hakim bahwa pernah ada seorang lelaki bertanya kepada Nabi Saw., "Wahai Rasulullah, apakah amal perbuatan itu baru muncul kemudian, ataukah telah ditetapkan oleh takdir sebelumnya?" Rasulullah Saw. bersabdaSesungguhnya Allah telah mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka, dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka. Kemudian Allah meraup mereka dalam kedua telapak tangan-Nya, lalu berfirman, "Mereka ini adalah ahli surga, dan mereka ini adalah ahli neraka." Maka ahli surga dipermudahkan untuk mengamalkan amalan ahli surga, dan ahli neraka dimudahkan untuk mengamalkan amalan ahli yang lain diriwayatkan oleh Ja'far ibnuz Zubair yang orangnya daif, dari Al-Qasim, dari Abu Umamah yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW telah bersabdaSetelah Allah menciptakan makhluk-Nya dan menetapkan takdirNya, maka Dia mengambil golongan kanan dengan tangan kanan-Nya dan golongan kiri dengan tangan kiri-Nya. Allah berfirman, "Hai golongan kanan! " Mereka menjawab, "Kami penuhi panggilan-Mu dengan penuh kebahagiaan," Allah berfirman, "Bukankah Aku adalah Tuhanmu?" Mereka menjawab, "Benar, ya Tuhan kami" Allah berfirman, "Hai golongan kiri!" Mereka menjawab, "Kami penuhi panggilan-Mu dengan penuh kebahagiaan.” Allah berfirman, "Bukankah Aku Tuhanmu?” Mereka menjawab, "Benar, ya Tuhan kami.” Kemudian Allah mencampurkan mereka menjadi satu di antara sesama mereka. Maka ada yang bertanya kepada-Nya, "Wahai Tuhanku, mengapa Engkau campur adukkan di antara sesama mereka?” Allah berfirman, "Amal perbuatan mereka datang sesudah itu, dan mereka masing-masing akan mengamalkan amalannya agar mereka nanti kelak di hari kiamat tidak mengatakan, 'Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang lengah terhadap ini'.” Kemudian Allah mengembalikan mereka ke dalam sulbi riwayat Ibnu yang lain diriwayatkan oleh Abu Ja'far Ar-Razi, dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah, dari Ubay ibnu Ka'b sehubungan dengan makna firman-NyaDan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi hari itu Allah mengumpulkan seluruh manusia yang akan ada sampai hari kiamat nanti, lalu Allah menjadikan mereka dalam rupanya masing-masing dan membuat mereka dapat berbicara hingga mereka dapat berbicara, kemudian Allah mengambil janji dan ikrar dari mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka seraya berfirman, "Bukankah Aku ini Tuhan kalian?”Mereka menjawab, "Betul Engkau Tuhan kami.", hingga akhir ayat. Allah berfirman, "Sesungguhnya Aku mempersaksikan terhadap kalian tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi, dan Aku telah mempersaksikan Adam kakek moyang kalian terhadap kalian, agar kalian kelak di hari kiamat tidak mengatakan, 'Kami tidak mengetahui." Ketahuilah oleh kalian bahwa tidak ada Tuhan selain Aku dan tidak ada Rabb selain Aku, maka janganlah Engkau mempersekutukan Aku dengan sesuatu pun. Dan sesungguhnya Aku akan mengutus kepada kalian rasul-rasul untuk memberikan peringatan kepada kalian akan janji dan ikrar-Ku ini, dan Aku akan menurunkan kepada kalian kitab-kitab-Ku." Mereka menjawab, "Kami bersaksi bahwa Engkau adalah Tuhan kami dan Rabb kami, tidak ada Rabb dan tidak ada Tuhan selain Engkau." Pada hari itu mereka mengakui bersedia untuk taat, lalu Allah mengangkat kakek moyang mereka, Adam, dan Adam memandang mereka, maka ia melihat bahwa di antara mereka ada yang kaya, ada yang miskin, dan ada yang rupanya baik, ada pula yang tidak. Maka Adam berkata, "Wahai Tuhanku, mengapa tidak Engkau samakan hamba-hamba-Mu itu?" Allah berfirman, "Sesungguhnya Aku suka bila dipanjatkan rasa syukur kepada Ku. Nabi Adam melihat adanya para nabi di antara mereka yang bagaikan pelita karena memancarkan nur cahaya, lalu mereka secara khusus diikat dengan janji lain, yaitu berupa risalah dan kenabian. Hal inilah yang diungkapkan oleh Allah Swt. dalam firman-firman-Nya Dan ingatlah ketika Kami mengambil perjanjian dari nabi-nabi Al Ahzab7, hingga akhir ayat. Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, tetaplah atas fitrah Allah. Ar Ruum30 Ini adalah seorang pemberi peringatan di antarapemberi-pemberi peringatan yang telah terdahulu. An Najm56 Termasuk pula ke dalam pengertian ini firman Allah Swt. yang mengatakan Dan Kami tidak mendapati kebanyakan mereka memenuhi janji. Al A'raf102Hadis-hadis ini menunjukkan bahwa Allah Swt. mengeluarkan keturunan Bani Adam dari sulbinya, lalu Dia memisahkan antara ahli surga dan ahli neraka di antara mereka. Adapun mengenai pengambilan kesaksian yang mengatakan bahwa Allah adalah Tuhan mereka, maka tiada lain hanya terdapat di dalam hadis Kalsum ibnu Jubair, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, juga dalam hadis Abdullah ibnu Amr. Kami telah menjelaskan bahwa keduanya mauquf, bukan marfu' seperti yang telah disebutkan di atas. Karena itulah ada sebagian ulama Salaf dan ulama Khataf yang mengatakan bahwa persaksian ini tiada lain adalah fitrah mereka yang mengakui keesaan Tuhan, seperti yang disebutkan di dalam hadis Abu Hurairah dan Iyad ibnu Himar Al-Mujasyi'i. Juga seperti yang disebutkan melalui riwayat Al-Hasan Al-Basri, dari Al-Aswad ibnu Sari', dan Al-Hasan menafsirkan ayat ini dengan pengertian tersebut. Mereka mengatakan bahwa karena itulah disebutkan di dalam firman-NyaDan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak disebutkan dari sulbi disebutkan dari sulbinya Adam....anak cucu Allah menjadikan keturunan mereka generasi demi generasi, satu kurun demi satu kurun, sama halnya dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat-ayat lain, yaituDia-lah yang menjadikan kalian khalifah-khalifah di muka bumi. Faathir'39dan yang menjadikan kalian manusia sebagai khalifah di bumi. An Naml62sebagaimana Dia menjadikan kalian dari keturunan orang-orang lain. Al An'am133Kemudian Allah Swt. berfirmanDan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka seraya berfirman "Bukankah Aku ini Tuhan kalian?” Mereka menjawab, "Betul Engkau Tuhan kami." Maksudnya, Allah menjadikan mereka menyaksikan hal tersebut secara keadaan dan ucapan. Kesaksian itu adakalanya dilakukan dengan ucapan, seperti pengertian yang terdapat di dalam firman Allah Swt.Mereka berkata, "Kami menjadi saksi atas diri kami sendiri.Al An'am130Adakalanya pula dilakukan dengan keadaan yakni dengan sikap dan perbuatan, seperti pengertian yang terdapat di dalam firman Allah SwtTidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan masjid-masjid Allah, sedangkan mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. At Taubah17Artinya, sedangkan keadaan mereka atau sikap dan perbuatan mereka menunjukkan kekafiran mereka, sekalipun mereka tidak mengatakannya. Demikianlah pengertian yang terkandung di dalam firman Allah Swt.dan sesungguhnya manusia itu menyaksikan sendiri keingkarannya. Al-'Adiyat 7Demikian pula permintaan, adakalanya dengan ucapan, adakalanya dengan keadaan sikap dan perbuatan, seperti pengertian yang terkandung di dalam firman Allah Swt.Dan Dia telah memberikan kepada kalian keperluan kalian dari segala apa yang kalian mohonkan kepada-Nya Ibrahim34Mereka mengatakan bahwa di antara dalil yang menunjukkan bahwa makna yang dimaksud dengan 'persaksian ini' adalah fitrah, yakni bila hanya persaksian saja yang dijadikan hujah terhadap kemusyrikan mereka, seandainya memang keadaannya demikian, maka niscaya yang terkena hujah hanyalah orang-orang yang telah mengucapkannya jika dikatakan bahwa penyampaian Rasulullah Saw. akan ketauhidan Allah sudah cukup untuk dijadikan bukti bagi keberadaan kesaksian ini, maka sebagai jawabannya dapat dikatakan bahwa orang-orang yang mendustakan-Nya dari kalangan kaum musyrik, mendustakan pula semua apa yang telah disampaikan oleh para rasul lainnya, baik yang menyangkut hal ini keesaan Tuhan ataupun masalah lainnya. Maka hal ini menjadikannya sebagai hujah tersendiri terhadap diri mereka. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa makna yang dimaksud dari 'persaksian ini' adalah fitrah yang telah ditanamkan di dalam jiwa mereka menyangkut masalah ketauhidan Allah. Karena itulah disebutkan didalam firman Nyaagar kalian tidak agar di hari kiamat kelak, kalian tidak mengatakanSesungguhnya kami bani Adam terhadap terhadap masalah tauhid atau keesaan Allah orang-orang yang lengah, atau agar kalian tidak mengatakan, "Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan., hingga akhir ayat ini Allah menjelaskan kepada umat manusia mengenai keesaan-Nya melalui bukti-bukti yang terdapat di alam raya, setelah sebelumnya dijelaskan melalui perantaraan para rasul dan kitab-kitab suci- Nya. Allah berfirman, "Ingatkanlah manusia, wahai Nabi, saat Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi-sulbi1 anak-anak Adam, keturunannya yang melahirkan generasi-generasi selanjutnya. Kemudian Dia memberi mereka bukti-bukti ketuhanan melalui alam raya ciptaan-Nya, sehingga-dengan adanya bukti-bukti itu-secara fitrah akal dan hati nurani mereka mengetahui dan mengakui kemahaesaan Tuhan. Karena begitu banyak dan jelasnya bukti-bukti keesaan Tuhan di alam raya ini, seakan-akan mereka dihadapi oleh satu pertanyaan yang tak dapat dibantah, 'Bukankah Aku Tuhan kalian?' Mereka menjawab, 'Betul, Engkau adalah Tuhan yang diri kami sendiri mempersaksikan-Mu. ' Dengan demikian, pengetahuan mereka akan bukti-bukti tersebut menjadi suatu bentuk penegasan dan, dalam waktu yang sama, pengakuan akan kemahaesaan Tuhan. Hal itu kami lakukan agar di hari kiamat nanti mereka tak lagi beralasan dengan mengatakan, 'Sesungguhnya kami tidak tahu apa-apa mengenai keesaan Tuhan ini. ' 1 Penjelasan makna sulbi, lihat catatan kaki tafsir surat al-Thâriq 7.
Jawaban(1 dari 3): Untuk mempercayai Teori Evolusi tidak perlu melihat sendiri proses nya, tapi lihat lah bukti nya, seperti bukti fosil, bukti DNA, dan sisa evolusi pada manusia sepeti usus buntu, tulang ekor, kuku dan gigi bungsu, semua adalah sisa evolusi. Cross-check dengan teori yang lain,
Tafsir Jalalayn Tafsir Quraish Shihab Diskusi Dan sesungguhnya manusia itu terhadap hal tersebut terhadap keingkarannya menyaksikan sendiri atau dia menyaksikan bahwa dirinya telah berbuat ingkar. Di akhirat kelak ia akan menjadi saksi atas dirinya dan akan mengakui segala dosanya. Anda harus untuk dapat menambahkan tafsir Admin Submit 2015-04-01 021332 Link sumber Yakni manusia mengakui sikapnya itu. Bisa juga kata âhuâ di ayat tesebut kembalinya kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala, sehingga artinya, âSungguh, manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya, padahal Allah Subhaanahu wa Ta'aala Sehingga di dalamnya terdapat ancaman bagi orang yang ingkar kepada nikmat Tuhannya.
Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya, Dan Sesungguhnya manusia itu menyaksikan (sendiri) keingkarannya, Dan Sesungguhnya (manusia) sangat bakhil karena
Tafsir Surat Al Adiyat Surat Al Adiyat ayat 1 Demi kuda perang yang berlari kencang dengan terengah-engah, Kata al adiyat berasal dari kata adaa – ya’duu yang berarti jauh atau melampaui batas. Dari kata itu muncul berbagai derivasi namun tetap mengandung makna jauh. Misalnya aduw yang artinya musuh. Bermusuhan karena jauhnya hati. Ada pula al aduw yang artinya berlari cepat. Menempuh jarak jauh dalam waktu singkat. Ada pula udwaan yang artinya agresi. Karena yang melakukannya jauh dari kebenaran dan keadilan. Secara harfiah, kata al adiyat berarti yang berlari kencang. Kata ini tidak menjelaskan siapa pelakunya. Menurut jumhur ulama termasuk Ibnu Abbas, artinya adalah kuda yang berlari kencang. Namun menurut Ali bin Abu Thalib, al adiyat di ayat ini adalah unta. Ia berhujjah, pada Perang Badar, kaum muslimin mengendarai unta. Hanya ada dua ekor kuda yang dibawa yakni milik Az Zubair dan Al Miqdad. Sementara yang mayoritas mengartikan kuda berhujjah, sebab sifat-sifat dalam surat ini ada pada kuda, bukan unta. Mulai dari mengeluarkan dengusan nafas saat berlari, hingga mengeluarkan percikan api. Unta secepat apa pun larinya, ia tak bisa menghasilkan percikan api. Kata dhabhan berarti dengusan nafas saat berlari. Ibnu Abbas mengatakan, tidak ada binatang yang mengeluarkan dengusan nafas saat berlari kecuali kuda dan anjing. Ibnu Katsir menjelaskan, dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala bersumpah dengan menyebut kuda apabila dilarikan di jalan Allah, maka ia lari dengan kencang dan keluar suara dengus nafasnya. Surat Al Adiyat ayat 2 dan kuda yang mencetuskan api dengan pukulan kuku kakinya, Kata al muuriyaat menunjukkan pelaku yang menyalakan api. Dari kata waraa-waryan atau wariya-yarii yang artinya menyalakan api. Kata fa sebelum al muuriyaat menunjukkan bahwa nyala atau percikan api itu merupakan akibat dari berlari kencang. Kata qadhan berasal dari kata qadaha yang artinya mengeluarkan atau memercikkan. Baik air dari kolam, kuah dari mangkuk maupun api dari batu, ia disebut qadhan jika keluarnya sedikit. Karenanya ayat ini dipahami kuda yang berlari kencang hingga menimbulkan percikan api akibat gesekan kakinya dengan batu. Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini “ yakni suara detak teracaknya ketika menginjak batu-batuan, lalu keluarlah percikan api darinya.” Surat Al Adiyat ayat 3 dan kuda yang menyerang dengan tiba-tiba di waktu pagi, Kata al mughiirat merupakan bentuk jamak dari al mughiir. Berasal dari kata aghaara yang artinya bercepat-cepat melangkah. Dari situ kemudian makna umumnya menjadi serangan mendadak yang dilakukan dengan mengendarai kuda. Kata shubhan artinya adalah waktu subuh. Menggambarkan serangan itu cepat dan mendadak waktunya. “ Yaitu di waktu musuh sedang lengah, lalai atau mengantuk. Angkatan perang itu tiba-tiba datang laksana diturunkan dari langit,” kata Buya Hamka dalam Tafsir Al Azhar. Orang yang mengartikan al adiyat dengan unta, menafsirkan ayat ini sebagai berangkat di waktu Subuh dari Muzdalifah ke Mina. Namun pendapat ini tidak sekuat tafsir tentang kuda perang yang juga merupakan pendapat Ibnu Abbas, Mujahid dan Qatadah. Surat Al Adiyat ayat 4 maka ia menerbangkan debu, Ibnu Katsir menjelaskan, maknanya adalah tempat yang kuda-kuda dan unta-unta itu berada, baik dalam ibadah haji maupun dalam jihad, debu-debuh beterbangan karenanya. Surat Al Adiyat ayat 5 dan menyerbu ke tengah-tengah kumpulan musuh. Kata jam’an digunakan dalam Al Quran untuk menunjuk kelompok besar dan selalu menduga akan mampu meraih kemenangan. Menurut Buya Hamka, artinya adalah kumpulan musuh. Sebagian mufassir menjelaskan, lima ayat yang dimulai dengan sumpah Allah ini menggambarkan cepatnya kedatangan kiamat. Laksana serangan mendadak pasukan berkuda di pagi hari pada zaman dulu. Syaikh Adil Muhammad Khalil menjelaskan, sumpah Allah dengan kuda perang dalam lima ayat ini untuk menunjukkan bahwa kuda melakukan itu semua meskipun dengan terengah-engah demi memenuhi kehendak tuannya. Lalu mengapa manusia justru ingkar kepada Allah dan tidak melakukan apa yang diperintahkan demi mendapat ridha-Nya? Surat Al Adiyat ayat 6 Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya, Kata kanuud merupakan bentuk superlatif dari kata kanada yang artinya tandus. Bentuk superlatif ini menggambarkan betapa besar kekufuran dan keingkaran manusia sehingga tidak mau memberikan bantuan sekecil apa pun. Buya Hamka mengatakan, arti kanuud adalah tidak berterima kasih, melupakan jasa. “ Berapapun nikmat diberikan Allah, ia tidak merasa puas dengan yang telah ada itu bahkan minta tambah lagi. Nafsunya tidak pernah merasa cukup dan kenyang; yang ada tidak disyukurinya, yang datang terlebih dahulu dilupakannya.” Ibnu Katsir menafsirkan, sesungguhnya manusia itu benar-benar mengingkari nikmat-nikmat Tuhannya. Surat Al Adiyat ayat 7 dan sesungguhnya manusia itu menyaksikan sendiri keingkarannya, Kata syahiid berasal dari syahida yang artinya menyaksikan. Dalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan, sesungguhnya manusia itu benar-benar menyaksikan sendiri mengakui keingkaran dirinya melalui sepak terjangnya. Terlihat jelas dari ucapan dan perbuatannya. Surat Al Adiyat ayat 8 dan sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta. Kata al khair juga punya arti kebaikan. Namun di ayat ini, artinya adalah harta benda. Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Tafsir Al Munir menegaskan makna ini sebagaimana firman Allah pada Surat Al Baqarah ayat 180. Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan tanda-tanda maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf, ini adalah kewajiban atas orang-orang yang bertakwa. QS. Al Baqarah 180 Kata syadiid berasal dari kata syadda yang bisa berarti menguatkan ikatan. Karena ikatannya dengan harta sangat kuat, ia enggan untuk melepaskannya. Ia menjadi sangat bakhil. Ada dua penafsiran ayat ini. Pertama, sesungguhny manusia itu sangat mencintai harta. Kedua, sesungguhnya karena kecintaannya kepada harta membuatnya jadi kikir. Ibnu Katsir membenarkan kedua penafsiran ini. Surat Al Adiyat ayat 9 Maka apakah dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan apa yang ada di dalam kubur, Kata bu’tsira awalnya bermakna membolak-balik sesuatu. Kata ini memberi kesan kegelisahan dan ketergesaan. Misalnya membolak-balikkan lemari karena mencari sesuatu. Dalam kubur nanti, dicari dan dibongkar dengan ketergesaan hingga gelisahlah isi hati yang dibongkar. Menurut Ibnu Katsir, maknanya adalah dikeluarkannya orang-orang yang telah mati dari dalam kuburnya. Az Zuhaili juga menafsirkan, orang-orang yang di dalam kubur akan dibangkitkan. Begitu pula Sayyid Qutb dan Buya Hamka. Surat Al Adiyat ayat 10 dan dilahirkan apa yang ada di dalam dada, Kata hushshila memiliki arti memisahkan, mengemukakan atau menghimpun. Kata ash shuduur merupakan bentuk jamak dari ash shadr yang artinya dada. Maknanya adalah hati manusia. Menurut Ibnu Abbas, maknanya adalah apabila dilahirkan dan ditampakkan apa yang selama itu mereka sembunyikan dalam hati. Surat Al Adiyat ayat 11 sesungguhnya Tuhan mereka pada hari itu Maha Mengetahui keadaan mereka. Kata khabir berasal dari khabar yang artinya pencarian untuk mencapai pengetahuan yang pasti tentang hakikat sesuatu. Jika dipakai sebagai sifat Allah, ia mengandung arti pengetahuan-Nya menyangkut hal-hal yang detil serta tersembunyi, betatapun kecilnya sesuatu dan betapapun tersembunyi, pasti diketahui Allah.
jydW0. 0hmp2yt7d1.pages.dev/2170hmp2yt7d1.pages.dev/580hmp2yt7d1.pages.dev/930hmp2yt7d1.pages.dev/720hmp2yt7d1.pages.dev/1950hmp2yt7d1.pages.dev/1180hmp2yt7d1.pages.dev/5060hmp2yt7d1.pages.dev/13
sesungguhnya manusia akan menyaksikan sendiri